Konsep Pembagian Kekuasaan Di NKRI
1. Trias
Politika ( Sistem pembagian kekuasaan Negara
Indonesia menurut UUD 1945 )
Pembagian kekuasaan secara horizontal adalah pembagian kekuasaan menurut
fungsinya dan ini ada hubungannya dengan doktrin Trias Politica. Ajaran Trias
Politica diajarkan oleh pemikir Inggris yaitu John Locke dan pemikir
Perancis yaitu de Montesquieu. Menurut ajaran tersebut :
a. Badan Legislatif, yaitu badan yang
bertugas membentuk undang-undang
b. Badan Eksekutif, yaitu badan yang
bertugas melaksanakan undang-undang
c. Badan Yudikatif, yaitu badan yang
bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-undang, memeriksa dan mengadilinya.
Trias Politica adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan yang sebaiknya
tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan
oleh pihak yang berkuasa
Fungsi Legislasi Menurut teori-teori
yang berlaku tugas utama lembaga legislatif terletak di bidang
perundang-undangan atau membuat peraturan, untuk itu lembaga legislatif
diberi hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan undang-undang yang
disusun pemerintah 2. Fungsi Pengawasan Tidak hanya dibidang legislasi, fungsi
kontrol lembaga legislatif di bidang pengawasan dan kontrol terhadap
lembaga eksekutif (pemerintah). Pengawasan dilakukan lembaga legislatif melalui
hak-hak kontrol yang khusus, seperti hak bertanya (interpelasi), maupun hak
angket. 3. Fungsi Anggaran Lembaga legislatif berhak menetapkan anggaran
pendapatan dan belanja negara melalui DPR bersama presiden dengan melihat
pertimbangan DPD.
KEKUASAAN EKSEKUTIF
Secara Umum tugas dan wewenang Presiden meliputi Perencanaan, Eksekusi,
dan Evaluasi, secara internal yang nantinya dipertanggung jawabkan terhadap
pengawasan DPR. Sistem pemerintahan yang dianut UUD 1945 merupakan sistem
pemerintahan presidensial. Dimana kekuasaan Eksekutif di Indonesia dipegang oleh
Presiden yang merupakan Kepala Negara sekaligus sebagai Kepala
Pemerintahan. Tugas dan wewenang Presiden dikelompokan kedalam dua jenis: 1.
Presiden sebagai Kepala Negara Meliputi hal-hal seremonial dan protokoler
kenegaraan, yang tugas pokok Presiden Sebagai Kepala Negara termaktub dalam
Pasal 10 sampai 15 UUD 1945. 2. Presiden Sebagai Kepala Pemerintahan Presiden
berfungsi sebagai penyelenggara tugas legislative dan kewenangan
penyelengaraan pemerintahan.
KEKUASAAN YUDIKATIF
Kekuasaan Yudikatif merupakan kekuasaan kehakiman, dimana sudah banyak
mengalami perubahan sejak masa reformasi, dengan di amandemennya UUD 1945, di
dalam kekuasaan yudikatif terdapat tiga lembaga yaitu: 1. Mahkamah Konstitusi
(MK) Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan: -
Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir (Final and Binding) yang
putusannya bersifat final untuk: menguji UU terhadap UUD 1945 (Judicial
Review); memutus sengketa kewenangan lembaga negara; memutus pembubaran partai
politik; memutus perselisihan tentang pemilihan umum; serta
Memberikan putusan kepada presiden dan/atau wakil presiden atas
permintaan DPR karena melakukan pelanggaran berupa pengkhinatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat, atau perbuatan tercela. 2.
Mahkamah Agung (MA) Mahkamah Agung memiliki kewenagan menyelengarakan kekuasaan
peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum, militer, agama, dan
tata usaha negara; mengadili pada tingkat kasasi; dan MA berwenang menguji
peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap UU. 3. Komisi Yudisial (KY)
Komisi Yudisial adalah suatu lembaga baru yang bebas dan mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan berwenang dalam rangka menegakan
kehormatan dan perilaku hakim.
KEKUASAAN EKSAMINATIF
Keuangan negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelengaraan
pemerintah negara, maka dari itu pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara memerlukan suatu lembaga pemeriksaan yang bebas, mandiri, dan
professional, untuk menciptakan pemerintah yang bersih dan bebas KKN (Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme) Lembaga yang diberi hak dalam kekuasaan Eksaminatif
adalah BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), badan ini memiliki tugas dan wewenag
yaitu:
·
Memeriksa tanggung
jawab tentang keuangan negara, hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada DPR,
DPD, dan DPRD 2.
·
Memeriksa semua
pelaksanaan APBN 3.
·
Memeriksa tanggung
jawab pemerintah tentang keuangan negara.
2.3. Penerapan Trias Politika di Indonesia Saat Ini
Indonesia menerapkan teori tentang Trias Politica, namun sistem
penerapannya yang berbeda
. Jika dalam konsep asli “Trias Politica” menghendaki pemisahan
kekuasaan, Indonesia menerapkannya menjadi pembagian kekuasaan tanpa
menghilangkan esensi-esensi dasar teori itu, seperti perlunya kontrol terhadap
kekuasaan eksekutif dan lain-lain. oleh karena memang dalam UUD 1945 kekuasaan
negara dipisahkan dan masing-masing kekuasaan negara tersebut pelaksanaannya
diserahkan kepada suatu alat perlengkapan negara. Di dalam UUD 1945 telah
termuat penjelasan pembagian kekuasaan.
·
Kekuasaan legislatif
dijalankan oleh presiden bersama-sama dengan DPR.
·
Kekuasaan Eksekutif
dijalankan oleh Presiden dibantu oleh menteri-menteri,
·
Kekuasaan yudikatif
dijalankan oleh Mahkamah Agung.
Sistem penyelenggaraan pemerintahan di negara kita setelah
amandemen Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945,
telah melakukan dengan
sistem pemisahan kekuasaan atau yang dikenal dengan “separaticion of
power”.
·
kekuasaan legislatif
dipegang oleh DPR dan DPD.
DPR memiliki fungsi legislatif,
fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan yang berkaitan dengan
pemerintahan.
DPR memegang kekuasaan membentuk UU. Namun demikian, setiap Rancangan
Undang-Undang (RUU) harus dibahas dan mendapat persetujuan bersama antara
DPR dan Presiden sehingga terdapat keseimbangan.
Sedangkan DPD hanya dapat mengajukan RUU yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pemekaran daerah, pengelolah sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya.
·
kekuasaan eksekutif
dipegang oleh Presiden
Namun harus dijalankan menurut ketentuan Undang-Undang Dasar dan sesuai
peraturan perundang-undangan lainnya. Disamping itu prinsip saling mengawasi
dan mengimbangi, Presiden juga berhak mengajukan RUU kepada DPR.
·
Kekuasaan yudikatif
adalah kekuasaan kehakiman
Sebagai kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan, dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan
peradilan dibawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung berwenang
mengadili pada tingkat asasi, perundang-undangan di bawah UU adalah bentuk
pengawasan dan untuk mengimbangi kewenangan peraturan yang dimiliki oleh
eksekutif.
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai
politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil
Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga
dan menegakkan kehormatan dan perilaku hakim. Anggota Komisi Yudisial harus
mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki
integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Anggota Komisi Yudisial diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat. Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur di dalam
undang-undang. Trias Politica yang berlaku di Indonesia diatur dalam UUD 1945,
dimana kekuasaan tersebut, yaitu:
a) Kekuasaan Legislatif (DPR)
Pasal 20 ayat (1), yang berbunyi “Tiap undang
-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.”
b)Kekuasaan Eksekutif (Presiden)
Pasal 4 ayat (1), yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.”
c)Kekuasaan Yudikatif (Mahkamah
Konstitusi dan Mahkamah Agung)
Pasal 24 ayat (1), yang berbunyi “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah
Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.”
2.
Tugas dan wewenang
lembaga Negara
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Berikut
tugas dan wewenang dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
- Mengubah serta menetapkan
UUD.
- Melantik Presiden serta
Wakil Presiden berdasarkan hasil Pemilu dalam sidang paripurna MPR.
- Memutuskan usul DPR
berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan
atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan atau Wakil
Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam sidang
paripurna MPR.
- Melantik Wakil Presiden
menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau
tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.
- Memilih Wakil Presiden dari
dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil
Presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh
hari.
- Memilih Presiden serta Wakil
Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya,
dari dua paket calon presiden serta wakil presiden yang diusulkan oleh
partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon presiden
serta wakil presidennya meraih suaraterbanyak pertama serta kedua dalam
pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat- lambatnya
dalam waktu 30 hari.
- Menetapkan peraturan tata
tertib serta kode etik MPR.
Dasar Hukum MPR
Dasar
hukum lembaga negara Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah Pasal 2 UUD RI
1945 dan Pasal 3 UUD RI 1945.
Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
Tugas dan
Wewenang DPR
Berikut
tugas dan wewenang dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
·
Membentuk undang-undang yang dibahas dengan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
·
Membahas dan memberikan atau tidak memberikan
persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
·
Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan RUU yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama dalam awal pembicaraan tingkat I.
·
Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan
memperhatikan pertimbangan DPD.
·
Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas
pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan.
·
Mengajukan, memberikan persetujuan, pertimbangan /
konsultasi, dan pendapat.
·
Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti
aspirasi masyarakat.
·
Memberikan persetujuan kepada Peresiden atas
pengangkatan dan pemberhentian anggota.
·
Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
·
Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam
pemberian amnesti dan abolisi.
·
Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal
mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain.
·
Memilih anggota BPK dengan memperhatikan
pertimbangan DPD
·
Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas
pertanggung jawaban keuangan negara yang disampaikan oleh BPK.
·
Memberikan persetujuan kepada Presiden atas
pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial.
·
Memberikan persetujuan calon hakim agung yang
diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
·
Memilih tiga orang hakim konstitusi dan
mengajukannya kepada Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden.
Dasar
Hukum DPR
Dasar hukum lembaga negara Dewan Perwakilan
Rakyat antara lain :
·
Pasal 20 ayat (1) dan (2) UUD RI 1945
·
Pasal 22 ayat (2) UUD RI 1945
·
Pasal 23 ayat (2) UUD RI 1945
·
Pasal 22D ayat (3) UUD RI 1945
·
Pasal 22E ayat (2) UUD RI 1945
·
Pasal 24B ayat (3) UUD RI 1945
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Tugas dan Wewenang DPD
Berikut
tugas dan wewenang dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
- Mengajukan kepada DPR
Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. DPR kemudian
mengundang DPD untuk membahas RUU tersebut..
- Memberikan pertimbangan
kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan,
dan agama
- Memberikan pertimbangan
kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
- Melakukan pengawasan atas
pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran,
dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber
daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak,
pendidikan, dan agama.
- Menerima hasil pemeriksaan
keuangan negara dari BPK untuk dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi DPR
tentang RUU yang berkaitan dengan APBN
Dasar Hukum DPD
Dasar
hukum lembaga negara Dewan Perwakilan Daerah antara lain :
- Pasal 22D ayat (1), (2), dan
(3) UUD RI 1945.
- Pasal 23F ayat (1) UUD RI
1945.
Presiden/Wakil Presiden
Tugas dan Wewenang Presiden
Berikut
tugas dan wewenang dari Presiden.
- Memegang kekuasaan
pemerintahan menurut UUD.
- Memegang kekuasaan yang
tertinggi atas Angkatan Darat (AD),Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara
(AU).
- Mengajukan Rancangan
Undang-Undang (RUU) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden
melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta
mengesahkan RUU menjadi UU.
- Menetapkan peraturan
pemerintah pengganti undang-undang (dalam kegentingan yang memaksa).
- Mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri.
- Menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR.
- Membuat perjanjian
internasional lainnya dengan persetujuan DPR
- Menyatakan keadaan bahaya.
- Mengangkat duta dan konsultan.
Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR.
- Menerima penempatan duta
negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
- Memberi grasi, rehabilitasi
dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
- Memberi amnesti dan abolisi
dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
- Memberi gelar, tanda jasa,
dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan UU.
- Meresmikan anggota Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
- Menetapkan hakim agung dari
calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial (KY) dan disetujui DPR.
- Menetapkan hakim konstitusi
dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.
- Mengangkat dan
memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.
Dasar Hukum Presiden
Dasar
hukum lembaga negara Presiden antara lain :
- Pasal 4 ayat (1) UUD RI 1945
- Pasal 5 ayat (1) dan (2
UUD RI 1945)
- Pasal 11 ayat (1)
UUD RI 1945
- Pasal 12 UUD RI 1945
- Pasal 13 ayat (1)
UUD RI 1945
- Pasal 14 ayat (1) dan (2) UUD RI 1945
- Pasal 15
UUD RI 1945
- Pasal 16
UUD RI 1945
- Pasal 17 ayat 2
UUD RI 1945
- Pasal 20 ayat (2)
UUD RI 1945
- Pasal 24A ayat (3)
UUD RI 1945
- Pasal 24C ayat (3)
UUD RI 1945
Mahkamah Agung (MA)
Tugas dan Wewenang MA
Berikut
tugas dan wewenang dari Mahkamah Agung.
- Mengadili pada tingkat
kasasi.
- Menguji peraturan
perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang.
- Memberikan pertimbangan
hukum kepada presiden dalam hal permohonan grasi dan rehabilitasi.
- Mengajukan tiga orang
anggota hakim konstitusi.
Dasar Hukum MA
Dasar
hukum lembaga negara Mahkamah Agung antara lain :
- Pasal 24 ayat (2) UUD RI
1945
- Pasal 24A ayat (1) UUD RI
1945
- Pasal 24C ayat (3) UUD RI
1945
Mahkamah Konstitusi (MK)
Tugas dan Wewenang MK
Berikut
tugas dan wewenang dari Mahkamah Konstitusi.
- Berwenang mengadili pada
tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk
menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa
kewewenangan lembaga Negara yang kewewenangannya diberikan oleh UUD1945,
memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
Pemilihan Umum.
- Wajib memberi keputusan atas
pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden
atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
- Menguji undang-undang
terhadap UUD 19451.
- Memutus sengketa kewenangan
antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
- Memutus pembubaran partai
politik.
- Memutus perselisihan tentang
hasil pemilu.
Dasar Hukum MK
Dasar
hukum lembaga negara Mahkamah Agung adalah
·
Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD RI 1945.
Komisi Yudisial (KY)
Tugas dan Wewenang KY
Berikut
tugas dan wewenang dari Komisi Yudisial.
- Mengawasi perilaku hakim.
- Mengusulkan nama calon hakim
agung.
Dasar Hukum KY
Dasar
hukum lembaga negara Komisi Yudisial antara lain :
- Pasal 24A ayat (3) UUD RI
1945, dan
- Pasal 24B ayat (1) UUD RI
1945.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Tugas dan Wewenang BPK
Berikut
tugas dan wewenang dari Badan Pemeriksa Keuangan.
- Berwenang mengawasi dan
memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta
menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh
aparat penegak hukum.
- Mengintegrasi peran BPKP
sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam
BPK.
Dasar Hukum BPK
Dasar
hukum lembaga negara Badan Pemeriksa Keuangan antara lain :
- Pasal 23E, 23F, 23G UUD RI
1945,
- UU RI No. 15 tahun 2006
tentang badan pemeriksa keuangan sebagai pengganti UU RI No. 5 tahun 1973
tentang badan pemeriksa keuangan.
- UU RI No. 15 tahun 2004
tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
- UU RI No. 1 tahun 2004
tentang perbendaharaan negara.
- UU RI No. 17 tahun 2003
tentang keuangan negara.
Bank Indonesia (BI)
Tugas dan Wewenang BI
Berikut
tugas dan wewenang dari Bank Indonesia.
- Melaksanakan dan menetapkan
kebijakan moneter.
- Mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran.
- Mengatur dan mengawasi
bank-bank.
Dasar Hukum BPK
Dasar
hukum lembaga negara Bank Indonesia adalah Pasal 23D UUD RI 1945.
3.
Contoh permasalahan
yang pernah terjadi dalam implementasi masyarakat
Pelanggaran HAM Berat 1996-1999
.Penghilangan paksa 1997-1998Rezim Orde Baru kemudian menuding Partai Rakyat Demokratik (PRD) sebagai dalang Peristiwa 27 Juli 1996. Setelah itu, terjadilah kasus penghilangan orang secara paksa periode 1997-1998.
Tragedi Mei 1998
Pelanggaran HAM kembali terjadi saat aparat keamanan bersikap represif dalam menangani demonstrasi mahasiswa di depan kampus Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998.
Empat mahasiswa Universitas Trisakti meninggal dan ratusan
mahasiswa lain terluka akibat tembakan dengan menggunakan peluru tajam.
Tragedi Semanggi I
Tragedi ini terjadi pada 13 November 1998. Saat itu mahasiswa
berdemonstrasi menolak Sidang Istimewa MPR yang dinilai inkonstitusional,
menuntut dihapusnya dwifungsi ABRI, dan meminta Presiden segera mengatasi
krisis ekonomi.
Mahasiswa
yang melakukan demonstrasi di sekitar kampus Universitas Atma Jaya, Semanggi,
Jakarta, dihalangi aparat bersenjata lengkap dan kendaraan lapis baja. Ketika
mahasiswa mencoba bertahan, tiba-tiba terjadi penembakan oleh aparat.
Setidaknya lima orang mahasiswa menjadi korban. Mereka adalah
mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya BR Norma Irmawan, mahasiswa Universitas
Negeri Jakarta Engkus Kusnadi, dan mahasiswa Universitas Terbuka Heru Sudibyo.
Kemudian, mahasiswa universitas Yayasan Administrasi Indonesia
(YAI) Sigit Prasetyo dan mahasiswa Institut Teknologi Indonesia (ITI) Teddy
Wardani Kusuma. Peristiwa ini juga melukai sebanyak 253 orang lainnya.
Tragedi Semanggi II
Peristiwa ini terjadi pada 24 September 1999, saat mahasiswa
menolak rencana pemberlakuan UU Penanggulangan Keadaan Bahaya. Aturan yang
sedianya akan menggantikan UU Subversi tersebut dianggap terlalu otoriter.
Lagi-lagi, aksi penolakan yang dilakukan oleh mahasiswa
kembali menelan korban. Tercatat 11 orang meninggal dunia akibat penembakan
yang dilakukan oleh aparat keamanan.
Salah satu korbannya adalah Yap Yun Hap, mahasiswa Universitas
Indonesia. Yap Yun Hap tertembak tepat di depan kampus Atma Jaya Jakarta.
Konflik Berbasis SARA
Konflik Maluku
Konflik Maluku bermula dari peristiwa kerusuhan yang terjadi
pada Selasa, 19 Januari 1999. Kerusuhan berawal dari bentrokan antarwarga yang
dipicu kesalahpahaman di Batumerah, Ambon.
Bentrokan kemudian membesar menjadi kerusuhan antardesa yang
penduduk mayoritasnya berbeda agama.
Berdasarkan catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan (Kontras) pada 18 Februari 1999, kerusuhan juga terjadi di
berbagai tempat di Maluku dalam waktu yang hampir bersamaan, dipicu sejumlah
isu yang provokatif.
Kontras menyimpulkan peristiwa kerusuhan di Ambon adalah hasil proses
akumulasi konflik antarkelompok yang pada mulanya bersifat lokal. Namun, karena
keterlibatan peran-peran tertentu dari sejumlah provokator, konflik berubah
menjadi kerusuhan dengan skala dan kerusakan yang luas.
Dalam lawatannya ke Ambon pada Minggu, 2 Oktober 2011, Wakil
Presiden Jusuf Kalla menuturkan, kerusuhan yang terjadi pada 19 Januari 1999
bukanlah murni konflik agama.
Menurut Kalla, persoalan itu sebenarnya berakar dari
ketidakpuasan sebagian masyarakat atas kondisi sosial politik yang kemudian
menyertakan sentimen perbedaan agama.
Pada 6 Februari 2001, Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi
Manusia dan Mediasi (KPMM) di Maluku mencatat, sejak Januari 1999 hingga
Oktober 2000 sedikitnya telah jatuh korban 3.080 orang tewas, 4.024 luka-luka,
dan 281.365 orang lainnya mengungsi.
Konflik Poso
Konflik yang terjadi antara kelompok Muslim dengan kelompok
Kristen ini terjadi dalam beberapa fase sepanjang akhir 1998 hingga 2001.
Secara umum Human Right Watch mencatat, konflik menjadi besar
akibat ketidakmampuan otoritas hukum dan keamanan dalam mengatasi
konflik-konflik kecil. Selain itu, faktor politik dan kondisi ekonomi ikut
memperparah situasi.
Buruknya Pemenuhan Hak Beragama
Kasus Mushala Asy-Syafiiyah di Denpasar
Pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan beribadah juga
dialami oleh umat Muslim di Denpasar, Bali, pada Mei 2008. Sebagian kelompok
masyarakat melarang pembangunan mushala Asy-Syafiiyah di Kota Denpasar.
Ketua pengurus mushala, Haji Eko mengatakan, respons sulit
didapat dari pemerintah daerah terkait pengusiran dan penyegelan mushala
Asy-Syafiiyah.
Kasus pembangunan gereja di Aceh Singkil
Pada 22 April 2016, Forum Cinta Damai Aceh Singkil (Forcidas)
menyampaikan pengaduan terkait adanya diskriminasi dalam mendirikan gereja.
Ketua Forcidas Boas Tumangger mengatakan bahwa pemerintah
kabupaten tidak bisa mengakomodasi hak-hak yang seharusnya diterima oleh
kelompok umat Nasrani, terkait pemberian izin pembangunan rumah ibadah.
Boas menuturkan, sebelum maupun sesudah peristiwa pembakaran
gereja HKI pada 13 Oktober 2015, izin pembangunan gereja dipersulit. Padahal,
seluruh persyaratan yang tercantum dalam Peraturan Gubernur Tahun 2007 tentang
Izin Pendirian Rumah Ibadah telah dipenuhi.
Kekerasan terhadap warga Syiah di Sampang
Peristiwa ini terjadi pada Agustus 2012. Satu orang tewas,
empat orang lainnya kritis, dan puluhan rumah terbakar akibat penyerangan
terhadap warga Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur.
Warga Syiah korban kekerasan terkait agama di Kabupaten
Sampang, Madura, Jawa Timur, bersepeda melintas di Jalan Pahlawan, Kota
Semarang, Jawa Tengah, Rabu (5/6/2013). Mereka bersepeda dari Madura menuju
Istana Negara, Jakarta, untuk menuntut kejelasan sikap pemerintah dalam
penyelesaian konflik bernuansa agama.
Komunitas Syiah yang mengungsi di GOR Kabupaten Sampang juga
mengalami tekanan dalam bentuk lain, yakni berupa tekanan untuk pindah
keyakinan dan meninggalkan Syiah.
Hasil laporan Kontras Surabaya menyebutkan, sembilan kepala
keluarga didesak untuk membuat surat pernyataan keluar dari Syiah.
Dalam surat pernyataan itu tertera, diketahui dan disaksikan
oleh sejumlah pejabat dan tokoh agama setempat, seperti Polres Sampang, Kemenag
Sampang, Bakesbang Pol, Sat Brimob Polda Jatim, dan camat setempat.
Kasus HKBP Filadelfia di Bekasi
Selama hampir 16 tahun umat Gereja Huria Kristen Batak Protestan
(HKBP) Filadelfia Bekasi belum bisa beribadah dengan tenang. Padahal, Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) gereja sudah mereka kantongi.
Perwakilan majelis gereja, Pasauran Siahaan, menilai,
pemerintah daerah tidak memiliki niat baik untuk menyelesaikan polemik yang
dialami jemaat Filadelfia.
Pasalnya, pemda terkesan melakukan pembiaran terhadap
sekelompok masyarakat dari luar wilayah Bekasi yang menolak pembangunan
gereja.
Ratusan jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin dan
HKBP Filadelfia melaksanakan ibadah Paskah di seberang Istana Merdeka, Jakarta
Pusat, Minggu (9/7/2017). Ibadah di depan Istana ini dilakukan karena gereja
mereka yang berada di wilayah Bogor dan Bekasi masih disegel oleh pemerintah
daerah setempat.
Kerusuhan Tolikara
Kerusuhan di Tolikara, Papua, terjadi pada 17 Juli 2015.
Peristiwa tersebut terjadi ketika massa Gereja Injili di Indonesia (GIDI)
berusaha membubarkan jemaah Muslim yang tengah menjalankan shalat Idul Fitri.
Menurut imam Mushala Baitul Muttaqiem di Karubaga, Ali Mukhtar, konflik
disebabkan miskomunikasi.
Dia mengaku, pihaknya tak menerima surat edaran dari GIDI yang
telah direvisi, yang meminta pelaksanaan shalat agar dilakukan di mushala tanpa
menggunakan pengeras suara. Oleh karena itu, ia tetap menggelar shalat Id di
halaman masjid.
Polemik Papua
Lima pelanggaran HAM berat
Pada periode 1998 hingga 2016, tercatat lima kasus
pelanggaran berat HAM terjadi di Papua.
Lima kasus itu adalah kasus Biak Numfor pada Juli 1998,
peristiwa Wasior pada 2001, peristiwa Wamena pada 2003, peristiwa Paniai pada
2014, dan kasus Mapenduma pada Desember 2016.
Secara umum, kasus pelanggaran HAM itu terkait cara aparat
keamanan dalam menangani aksi demonstrasi masyarakat Papua. Isu disintegrasi
yang membayangi Papua memperparah keadaan.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
Wiranto mengatakan, pemerintah memprioritaskan penyelesaian lima kasus
pelanggaran berat HAM tersebut.
Pemerintah pun membentuk Tim Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM di Papua dan
Papua Barat dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menkopolhukam RI Nomor 40
Tahun 2016.
Wiranto menjelaskan, penanganan kasus Wasior dan Wamena saat
ini berada dalam koordinasi Komnas HAM bersama Kejaksaan Agung.
Jaksa Agung telah mengembalikan berkas penyelidikan kepada
Komnas HAM selaku penyelidik agar mereka melengkapi berkas penyelidikan yang
belum lengkap terkait pelaku, korban baik dari sipil maupun kelompok separatis
bersenjata, visum et repertum korban, dukungan ahli forensik, dan dokumen Surat
Perintah Operasi.
Adapun untuk kasus Paniai, Mapenduma, dan peristiwa Biak
Numfor, penanganannya masih berada dalam tahap penyelidikan oleh Komnas HAM.
Kasus pembunuhan Theys
Pada 10 November 2001, Theys Hiyo Eluay dan sopirnya,
Aristoteles Masoka, dikabarkan hilang dan diculik oleh orang tak dikenal. Theys
merupakan Ketua Presidium Dewan Papua.
Sehari kemudian, Theys ditemukan tewas di dalam mobilnya di
Skouw, tak jauh dari perbatasan RI-Papua Niugini. Adapun Aristoteles Masoka
sampai sekarang belum ditemukan.
Ketua Presidium Dewan Papua, Theys Hiyo Eluay
Kematian Theys merupakan kasus yang diduga sarat dengan motif
politik dan kepentingan. Berdasarkan catatan Kontras, ada beberapa hal yang
berkaitan erat dengan peristiwa pembunuhan tersebut.
Pertama, dokumen Departemen Dalam Negeri (Juni 2000)
tentang rencana operasi pengondisian wilayah dan pengembangan jaringan
komunikasi dalam menyikapi arah politik Papua untuk merdeka.
Kedua, fakta di lapangan menunjukkan ada peningkatan
kekerasan sampai kematian Theys, dan kekerasan menurun drastis setelah
pembunuhan tersebut.
Terkait kasus ini, tujuh anggota TNI dihadapkan ke pengadilan
militer. Tujuh terdakwa yang disidangkan di Mahkamah Militer Tinggi III
Surabaya, Rabu 5 Maret 2003.
Ketujuh terdakwa itu adalah Letkol (Inf) Hartomo, Mayor (Inf)
Donni Hutabarat, Kapten (Inf) Rionardo, Lettu (Inf) Agus Suprianto, Sertu
Asrial, Sertu Laurensius LI, dan Praka Achmad Zulfahmi.
Oditur Militer menuntut mereka hukuman 2-3 tahun penjara.
Dalam sidang, Oditur Militer menyatakan para terdakwa terbukti bersalah.
Namun, elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam
Solidaritas Nasional untuk Papua (SNUP) menilai proses pengadilan yang
berlangsung merupakan upaya memutus rantai komando saja, bertentangan dengan
prinsip imparsial, dan hanya digunakan untuk mengukuhkan impunitas aparat
militer yang terlibat.
Pada 2014, Komnas HAM mulai membuka kembali masalah
pembunuhan Theys dan hilangnya Aristoteles Masoka.
Komnas HAM mempelajari salinan berkas dari Pengadilan
Mahkamah Militer terkait kasus 13 tahun sebelumnya itu. Dari salinan berkas
terungkap, para pelaku pembunuh Theys mengakui bahwa mereka sedang melaksanakan
tugas negara.
Hal lain yang didapatkan dari berkas tersebut, Theys disiksa
terlebih dahulu sebelum dieksekusi.
Pembunuhan Munir
Sejumlah korban dan keluarga korban pelanggaran hak asasi
manusia (HAM) menggelar aksi solidaritas untuk aktivis pejuang HAM, Munir
(almarhum), di Kantor Komisi Nasional (Komnas) HAM, Jakarta, Selasa (23/11).
Mereka meminta Komnas HAM untuk segera membentuk tim penyelidik independen guna
mengusut kematian Munir.
Proses peradilan telah dilakukan untuk mengadili pelaku
pembunuhan Munir.
Dalam kasus ini, pengadilan telah menjatuhkan vonis 14 tahun
penjara terhadap Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda yang saat itu
sedang cuti tetapi ada di penerbangan yang sama dengan Munir, sebagai pelaku
pembunuhan Munir.
Sejumlah fakta persidangan juga menyebut adanya dugaan
keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam kasus pembunuhan ini.
Namun, pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN Mayjen Purn
Muchdi Purwoprandjono yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini divonis bebas
dari segala dakwaan.
Belasan tahun berselang, istri almarhum Munir, Suciwati, dan
para aktivis HAM lainnya tetap meminta pemerintah mengusut tuntas kasus
tersebut dan mengungkap siapa yang menjadi dalang sebenarnya.
refernsi : https://nasional.kompas.com/jeo/konflik-dan-pelanggaran-ham-catatan-kelam-20-tahun-reformasi
No comments: