Konsep Pembagian Kekuasaan Di NKRI

8:01 AM

1.      Trias Politika  ( Sistem pembagian kekuasaan Negara Indonesia menurut UUD 1945 )

Pembagian kekuasaan secara horizontal adalah pembagian kekuasaan menurut fungsinya dan ini ada hubungannya dengan doktrin Trias Politica. Ajaran Trias Politica diajarkan oleh pemikir Inggris yaitu John Locke dan pemikir Perancis yaitu de Montesquieu. Menurut ajaran tersebut :

a. Badan Legislatif, yaitu badan yang bertugas membentuk undang-undang
b. Badan Eksekutif, yaitu badan yang bertugas melaksanakan undang-undang
c. Badan Yudikatif, yaitu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-undang, memeriksa dan mengadilinya.

Trias Politica adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan yang sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa

 
Fungsi Legislasi Menurut teori-teori yang berlaku tugas utama lembaga legislatif terletak di bidang  perundang-undangan atau membuat peraturan, untuk itu lembaga legislatif diberi hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan undang-undang yang disusun pemerintah 2. Fungsi Pengawasan Tidak hanya dibidang legislasi, fungsi kontrol lembaga legislatif di bidang  pengawasan dan kontrol terhadap lembaga eksekutif (pemerintah). Pengawasan dilakukan lembaga legislatif melalui hak-hak kontrol yang khusus, seperti hak bertanya (interpelasi), maupun hak angket. 3. Fungsi Anggaran Lembaga legislatif berhak menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara melalui DPR bersama presiden dengan melihat pertimbangan DPD.

KEKUASAAN EKSEKUTIF

Secara Umum tugas dan wewenang Presiden meliputi Perencanaan, Eksekusi, dan Evaluasi, secara internal yang nantinya dipertanggung jawabkan terhadap pengawasan DPR. Sistem pemerintahan yang dianut UUD 1945 merupakan sistem pemerintahan presidensial. Dimana kekuasaan Eksekutif di Indonesia dipegang oleh Presiden yang merupakan Kepala  Negara sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan. Tugas dan wewenang Presiden dikelompokan kedalam dua jenis: 1. Presiden sebagai Kepala Negara Meliputi hal-hal seremonial dan protokoler kenegaraan, yang tugas pokok Presiden Sebagai Kepala Negara termaktub dalam Pasal 10 sampai 15 UUD 1945. 2. Presiden Sebagai Kepala Pemerintahan Presiden berfungsi sebagai penyelenggara tugas legislative dan kewenangan  penyelengaraan pemerintahan.

KEKUASAAN YUDIKATIF
Kekuasaan Yudikatif merupakan kekuasaan kehakiman, dimana sudah banyak mengalami perubahan sejak masa reformasi, dengan di amandemennya UUD 1945, di dalam kekuasaan yudikatif terdapat tiga lembaga yaitu: 1. Mahkamah Konstitusi (MK) Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan: -

Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir (Final and Binding) yang putusannya bersifat final untuk: menguji UU terhadap UUD 1945 (Judicial Review); memutus sengketa kewenangan lembaga negara; memutus pembubaran partai politik; memutus perselisihan tentang pemilihan umum; serta
 


Memberikan putusan kepada presiden dan/atau wakil presiden atas permintaan DPR karena melakukan pelanggaran berupa pengkhinatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat, atau perbuatan tercela. 2. Mahkamah Agung (MA) Mahkamah Agung memiliki kewenagan menyelengarakan kekuasaan peradilan yang  berada dilingkungan peradilan umum, militer, agama, dan tata usaha negara; mengadili pada tingkat kasasi; dan MA berwenang menguji peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap UU. 3. Komisi Yudisial (KY) Komisi Yudisial adalah suatu lembaga baru yang bebas dan mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan berwenang dalam rangka menegakan kehormatan dan perilaku hakim.

KEKUASAAN EKSAMINATIF

Keuangan negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelengaraan  pemerintah negara, maka dari itu pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara memerlukan suatu lembaga pemeriksaan yang bebas, mandiri, dan professional, untuk menciptakan pemerintah yang bersih dan bebas KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) Lembaga yang diberi hak dalam kekuasaan Eksaminatif adalah BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), badan ini memiliki tugas dan wewenag yaitu:

·         Memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara, hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada DPR, DPD, dan DPRD 2.

·         Memeriksa semua pelaksanaan APBN 3.

·         Memeriksa tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara.


2.3. Penerapan Trias Politika di Indonesia Saat Ini

Indonesia menerapkan teori tentang Trias Politica, namun sistem penerapannya yang  berbeda
. Jika dalam konsep asli “Trias Politica” menghendaki pemisahan kekuasaan, Indonesia menerapkannya menjadi pembagian kekuasaan tanpa menghilangkan esensi-esensi dasar teori itu, seperti perlunya kontrol terhadap kekuasaan eksekutif dan lain-lain. oleh karena memang dalam UUD 1945 kekuasaan negara dipisahkan dan masing-masing kekuasaan negara tersebut pelaksanaannya diserahkan kepada suatu alat perlengkapan negara. Di dalam UUD 1945 telah termuat penjelasan pembagian kekuasaan.
·         Kekuasaan legislatif dijalankan oleh presiden bersama-sama dengan DPR.
·         Kekuasaan Eksekutif dijalankan oleh Presiden dibantu oleh menteri-menteri,
·         Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung.

 Sistem penyelenggaraan pemerintahan di negara kita setelah amandemen Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, telah melakukan dengan
sistem pemisahan kekuasaan atau yang dikenal dengan “separaticion of power”.

·         kekuasaan legislatif dipegang oleh DPR dan DPD.

 DPR memiliki fungsi legislatif, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan yang  berkaitan dengan pemerintahan.
DPR memegang kekuasaan membentuk UU. Namun demikian, setiap Rancangan Undang-Undang (RUU) harus dibahas dan mendapat persetujuan  bersama antara DPR dan Presiden sehingga terdapat keseimbangan.
Sedangkan DPD hanya dapat mengajukan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,  pemekaran daerah, pengelolah sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya.

·         kekuasaan eksekutif dipegang oleh Presiden

Namun harus dijalankan menurut ketentuan Undang-Undang Dasar dan sesuai peraturan perundang-undangan lainnya. Disamping itu prinsip saling mengawasi dan mengimbangi, Presiden juga  berhak mengajukan RUU kepada DPR.

·         Kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan kehakiman
Sebagai kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan peradilan dibawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat asasi, perundang-undangan di bawah UU adalah bentuk pengawasan dan untuk mengimbangi kewenangan peraturan yang dimiliki oleh eksekutif.

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang  putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas  pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan  pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan dan perilaku hakim. Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai  pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan  persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur di dalam undang-undang. Trias Politica yang berlaku di Indonesia diatur dalam UUD 1945, dimana kekuasaan tersebut, yaitu:

a)    Kekuasaan Legislatif (DPR)
Pasal 20 ayat (1), yang berbunyi “Tiap undang
-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.”

b)Kekuasaan Eksekutif (Presiden)
Pasal 4 ayat (1), yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
 pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.”

c)Kekuasaan Yudikatif (Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung)
Pasal 24 ayat (1), yang berbunyi “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.”








2.    Tugas dan wewenang lembaga Negara

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Berikut tugas dan wewenang dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
  • Mengubah serta menetapkan UUD.
  • Melantik Presiden serta Wakil Presiden berdasarkan hasil Pemilu dalam sidang paripurna MPR.
  • Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam sidang paripurna MPR.
  • Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.
  • Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari.
  • Memilih Presiden serta Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon presiden serta wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon presiden serta wakil presidennya meraih suaraterbanyak pertama serta kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat- lambatnya dalam waktu 30 hari.
  • Menetapkan peraturan tata tertib serta kode etik MPR.
Dasar Hukum MPR
Dasar hukum lembaga negara Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah Pasal 2 UUD RI 1945 dan Pasal 3 UUD RI 1945.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Tugas dan Wewenang DPR
Berikut tugas dan wewenang dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

·         Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
·         Membahas dan memberikan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
·         Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama dalam awal pembicaraan tingkat I.
·         Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
·         Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
·         Mengajukan, memberikan persetujuan, pertimbangan / konsultasi, dan pendapat.
·         Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
·         Memberikan persetujuan kepada Peresiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota.
·         Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
·         Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi.
·         Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain.
·         Memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD
·         Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggung jawaban keuangan negara yang disampaikan oleh BPK.
·         Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial.
·         Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
·         Memilih tiga orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden.

Dasar Hukum DPR
 Dasar hukum lembaga negara Dewan Perwakilan Rakyat antara lain :

·         Pasal 20 ayat (1) dan (2) UUD RI 1945
·         Pasal 22 ayat (2) UUD RI 1945
·         Pasal 23 ayat (2) UUD RI 1945
·         Pasal 22D ayat (3) UUD RI 1945
·         Pasal 22E ayat (2) UUD RI 1945
·         Pasal 24B ayat (3) UUD RI 1945

Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Tugas dan Wewenang DPD
Berikut tugas dan wewenang dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
  • Mengajukan kepada DPR Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. DPR kemudian mengundang DPD untuk membahas RUU tersebut..
  • Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama
  • Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
  • Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.
  • Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi DPR tentang RUU yang berkaitan dengan APBN

Dasar Hukum DPD
Dasar hukum lembaga negara Dewan Perwakilan Daerah antara lain :
  • Pasal 22D ayat (1), (2), dan (3) UUD RI 1945.
  • Pasal 23F ayat (1) UUD RI 1945.

Presiden/Wakil Presiden
Tugas dan Wewenang Presiden
Berikut tugas dan wewenang dari Presiden.
  • Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.
  • Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat (AD),Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU).
  • Mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU.
  • Menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (dalam kegentingan yang memaksa).
  • Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri.
  • Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR.
  • Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
  • Menyatakan keadaan bahaya.
  • Mengangkat duta dan konsultan. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR.
  • Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
  • Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
  • Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
  • Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan UU.
  • Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
  • Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial (KY) dan disetujui DPR.
  • Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.
  • Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.
Dasar Hukum Presiden
Dasar hukum lembaga negara Presiden antara lain :
  • Pasal 4 ayat (1) UUD RI 1945
  • Pasal 5 ayat (1) dan (2 UUD RI 1945)
  • Pasal 11 ayat (1) UUD RI 1945 
  • Pasal 12 UUD RI 1945
  • Pasal 13 ayat (1) UUD RI 1945
  • Pasal 14 ayat (1) dan (2) UUD RI 1945
  • Pasal 15 UUD RI 1945 
  • Pasal 16 UUD RI 1945 
  • Pasal 17 ayat 2 UUD RI 1945 
  • Pasal 20 ayat (2) UUD RI 1945 
  • Pasal 24A ayat (3) UUD RI 1945
  • Pasal 24C ayat (3) UUD RI 1945

Mahkamah Agung (MA)
Tugas dan Wewenang MA
Berikut tugas dan wewenang dari Mahkamah Agung.
  • Mengadili pada tingkat kasasi.
  • Menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang.
  • Memberikan pertimbangan hukum kepada presiden dalam hal permohonan grasi dan rehabilitasi.
  • Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi.
Dasar Hukum MA
Dasar hukum lembaga negara Mahkamah Agung antara lain :
  • Pasal 24 ayat (2) UUD RI 1945
  • Pasal 24A ayat (1) UUD RI 1945
  • Pasal 24C ayat (3) UUD RI 1945
Mahkamah Konstitusi (MK)
Tugas dan Wewenang MK
Berikut tugas dan wewenang dari Mahkamah Konstitusi.
  • Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewewenangan lembaga Negara yang kewewenangannya diberikan oleh UUD1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum.
  • Wajib memberi keputusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
  • Menguji undang-undang terhadap UUD 19451.
  • Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
  • Memutus pembubaran partai politik.
  • Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.
Dasar Hukum MK
Dasar hukum lembaga negara Mahkamah Agung adalah
·         Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD RI 1945.

Komisi Yudisial (KY)
Tugas dan Wewenang KY
Berikut tugas dan wewenang dari Komisi Yudisial.
  • Mengawasi perilaku hakim.
  • Mengusulkan nama calon hakim agung.
Dasar Hukum KY
Dasar hukum lembaga negara Komisi Yudisial antara lain :
  • Pasal 24A ayat (3) UUD RI 1945, dan
  • Pasal 24B ayat (1) UUD RI 1945.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Tugas dan Wewenang BPK
Berikut tugas dan wewenang dari Badan Pemeriksa Keuangan.
  • Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
  • Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
Dasar Hukum BPK
Dasar hukum lembaga negara Badan Pemeriksa Keuangan antara lain :
  • Pasal 23E, 23F, 23G UUD RI 1945,
  • UU RI No. 15 tahun 2006 tentang badan pemeriksa keuangan sebagai pengganti UU RI No. 5 tahun 1973 tentang badan pemeriksa keuangan.
  • UU RI No. 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
  • UU RI No. 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara.
  • UU RI No. 17 tahun 2003 tentang keuangan negara.
Bank Indonesia (BI)
Tugas dan Wewenang BI
Berikut tugas dan wewenang dari Bank Indonesia.
  • Melaksanakan dan menetapkan kebijakan moneter.
  • Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
  • Mengatur dan mengawasi bank-bank.
Dasar Hukum BPK
Dasar hukum lembaga negara Bank Indonesia adalah Pasal 23D UUD RI 1945.



3.    Contoh permasalahan yang pernah terjadi dalam implementasi masyarakat

Pelanggaran HAM Berat 1996-1999

.Penghilangan paksa 1997-1998
Rezim Orde Baru kemudian menuding Partai Rakyat Demokratik (PRD) sebagai dalang Peristiwa 27 Juli 1996. Setelah itu, terjadilah kasus penghilangan orang secara paksa periode 1997-1998.
Tragedi Mei 1998
Pelanggaran HAM kembali terjadi saat aparat keamanan bersikap represif dalam menangani demonstrasi mahasiswa di depan kampus Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998.
Empat mahasiswa Universitas Trisakti meninggal dan ratusan mahasiswa lain terluka akibat tembakan dengan menggunakan peluru tajam. 

Tragedi Semanggi I

Tragedi ini terjadi pada 13 November 1998. Saat itu mahasiswa berdemonstrasi menolak Sidang Istimewa MPR yang dinilai inkonstitusional, menuntut dihapusnya dwifungsi ABRI, dan meminta Presiden segera mengatasi krisis ekonomi.
Mahasiswa yang melakukan demonstrasi di sekitar kampus Universitas Atma Jaya, Semanggi, Jakarta, dihalangi aparat bersenjata lengkap dan kendaraan lapis baja. Ketika mahasiswa mencoba bertahan, tiba-tiba terjadi penembakan oleh aparat.
Setidaknya lima orang mahasiswa menjadi korban. Mereka adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya BR Norma Irmawan, mahasiswa Universitas Negeri Jakarta Engkus Kusnadi, dan mahasiswa Universitas Terbuka Heru Sudibyo.
Kemudian, mahasiswa universitas Yayasan Administrasi Indonesia (YAI) Sigit Prasetyo dan mahasiswa Institut Teknologi Indonesia (ITI) Teddy Wardani Kusuma. Peristiwa ini juga melukai sebanyak 253 orang lainnya. 

Tragedi Semanggi II

Peristiwa ini terjadi pada 24 September 1999, saat mahasiswa menolak rencana pemberlakuan UU Penanggulangan Keadaan Bahaya. Aturan yang sedianya akan menggantikan UU Subversi tersebut dianggap terlalu otoriter.
Lagi-lagi, aksi penolakan yang dilakukan oleh mahasiswa kembali menelan korban. Tercatat 11 orang meninggal dunia akibat penembakan yang dilakukan oleh aparat keamanan.
Salah satu korbannya adalah Yap Yun Hap, mahasiswa Universitas Indonesia. Yap Yun Hap tertembak tepat di depan kampus Atma Jaya Jakarta.

Konflik Berbasis SARA 

Konflik Maluku

Konflik Maluku bermula dari peristiwa kerusuhan yang terjadi pada Selasa, 19 Januari 1999. Kerusuhan berawal dari bentrokan antarwarga yang dipicu kesalahpahaman di Batumerah, Ambon.
Bentrokan kemudian membesar menjadi kerusuhan antardesa yang penduduk mayoritasnya berbeda agama.
Berdasarkan catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pada 18 Februari 1999, kerusuhan juga terjadi di berbagai tempat di Maluku dalam waktu yang hampir bersamaan, dipicu sejumlah isu yang provokatif.
Kontras menyimpulkan peristiwa kerusuhan di Ambon adalah hasil proses akumulasi konflik antarkelompok yang pada mulanya bersifat lokal. Namun, karena keterlibatan peran-peran tertentu dari sejumlah provokator, konflik berubah menjadi kerusuhan dengan skala dan kerusakan yang luas.
Dalam lawatannya ke Ambon pada Minggu, 2 Oktober 2011, Wakil Presiden Jusuf Kalla menuturkan, kerusuhan yang terjadi pada 19 Januari 1999 bukanlah murni konflik agama.
Menurut Kalla, persoalan itu sebenarnya berakar dari ketidakpuasan sebagian masyarakat atas kondisi sosial politik yang kemudian menyertakan sentimen perbedaan agama.
Pada 6 Februari 2001, Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Mediasi (KPMM) di Maluku mencatat, sejak Januari 1999 hingga Oktober 2000 sedikitnya telah jatuh korban 3.080 orang tewas, 4.024 luka-luka, dan 281.365 orang lainnya mengungsi.

 

Konflik Poso

Konflik yang terjadi antara kelompok Muslim dengan kelompok Kristen ini terjadi dalam beberapa fase sepanjang akhir 1998 hingga 2001.
Secara umum Human Right Watch mencatat, konflik menjadi besar akibat ketidakmampuan otoritas hukum dan keamanan dalam mengatasi konflik-konflik kecil. Selain itu, faktor politik dan kondisi ekonomi ikut memperparah situasi. 

Buruknya Pemenuhan Hak Beragama  

Kasus Mushala Asy-Syafiiyah di Denpasar

Pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan beribadah juga dialami oleh umat Muslim di Denpasar, Bali, pada Mei 2008. Sebagian kelompok masyarakat melarang pembangunan mushala Asy-Syafiiyah di Kota Denpasar.
Ketua pengurus mushala, Haji Eko mengatakan, respons sulit didapat dari pemerintah daerah terkait pengusiran dan penyegelan mushala Asy-Syafiiyah.

Kasus pembangunan gereja di Aceh Singkil

Pada 22 April 2016, Forum Cinta Damai Aceh Singkil (Forcidas) menyampaikan pengaduan terkait adanya diskriminasi dalam mendirikan gereja.
Ketua Forcidas Boas Tumangger mengatakan bahwa pemerintah kabupaten tidak bisa mengakomodasi hak-hak yang seharusnya diterima oleh kelompok umat Nasrani, terkait pemberian izin pembangunan rumah ibadah.
Boas menuturkan, sebelum maupun sesudah peristiwa pembakaran gereja HKI pada 13 Oktober 2015, izin pembangunan gereja dipersulit. Padahal, seluruh persyaratan yang tercantum dalam Peraturan Gubernur Tahun 2007 tentang Izin Pendirian Rumah Ibadah telah dipenuhi.

 

Kekerasan terhadap warga Syiah di Sampang

Peristiwa ini terjadi pada Agustus 2012. Satu orang tewas, empat orang lainnya kritis, dan puluhan rumah terbakar akibat penyerangan terhadap warga Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur. 
Warga Syiah korban kekerasan terkait agama di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, bersepeda melintas di Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (5/6/2013). Mereka bersepeda dari Madura menuju Istana Negara, Jakarta, untuk menuntut kejelasan sikap pemerintah dalam penyelesaian konflik bernuansa agama.
Komunitas Syiah yang mengungsi di GOR Kabupaten Sampang juga mengalami tekanan dalam bentuk lain, yakni berupa tekanan untuk pindah keyakinan dan meninggalkan Syiah.
Hasil laporan Kontras Surabaya menyebutkan, sembilan kepala keluarga didesak untuk membuat surat pernyataan keluar dari Syiah.
Dalam surat pernyataan itu tertera, diketahui dan disaksikan oleh sejumlah pejabat dan tokoh agama setempat, seperti Polres Sampang, Kemenag Sampang, Bakesbang Pol, Sat Brimob Polda Jatim, dan camat setempat.

 

Kasus HKBP Filadelfia di Bekasi

Selama hampir 16 tahun umat Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia Bekasi belum bisa beribadah dengan tenang. Padahal, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gereja sudah mereka kantongi.
Perwakilan majelis gereja, Pasauran Siahaan, menilai, pemerintah daerah tidak memiliki niat baik untuk menyelesaikan polemik yang dialami jemaat Filadelfia.
Pasalnya, pemda terkesan melakukan pembiaran terhadap sekelompok masyarakat dari luar wilayah Bekasi yang menolak pembangunan gereja. 
Ratusan jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin dan HKBP Filadelfia melaksanakan ibadah Paskah di seberang Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Minggu (9/7/2017). Ibadah di depan Istana ini dilakukan karena gereja mereka yang berada di wilayah Bogor dan Bekasi masih disegel oleh pemerintah daerah setempat. 

Kerusuhan Tolikara

Kerusuhan di Tolikara, Papua, terjadi pada 17 Juli 2015. Peristiwa tersebut terjadi ketika massa Gereja Injili di Indonesia (GIDI) berusaha membubarkan jemaah Muslim yang tengah menjalankan shalat Idul Fitri.
Menurut imam Mushala Baitul Muttaqiem di Karubaga, Ali Mukhtar, konflik disebabkan miskomunikasi.
Dia mengaku, pihaknya tak menerima surat edaran dari GIDI yang telah direvisi, yang meminta pelaksanaan shalat agar dilakukan di mushala tanpa menggunakan pengeras suara. Oleh karena itu, ia tetap menggelar shalat Id di halaman masjid.

Polemik Papua

Lima pelanggaran HAM berat
Pada periode 1998 hingga 2016, tercatat lima kasus pelanggaran berat HAM terjadi di Papua.
Lima kasus itu adalah kasus Biak Numfor pada Juli 1998, peristiwa Wasior pada 2001, peristiwa Wamena pada 2003, peristiwa Paniai pada 2014, dan kasus Mapenduma pada Desember 2016.
Secara umum, kasus pelanggaran HAM itu terkait cara aparat keamanan dalam menangani aksi demonstrasi masyarakat Papua. Isu disintegrasi yang membayangi Papua memperparah keadaan.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, pemerintah memprioritaskan penyelesaian lima kasus pelanggaran berat HAM tersebut.
Pemerintah pun membentuk Tim Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menkopolhukam RI Nomor 40 Tahun 2016.
Wiranto menjelaskan, penanganan kasus Wasior dan Wamena saat ini berada dalam koordinasi Komnas HAM bersama Kejaksaan Agung.
Jaksa Agung telah mengembalikan berkas penyelidikan kepada Komnas HAM selaku penyelidik agar mereka melengkapi berkas penyelidikan yang belum lengkap terkait pelaku, korban baik dari sipil maupun kelompok separatis bersenjata, visum et repertum korban, dukungan ahli forensik, dan dokumen Surat Perintah Operasi.
Adapun untuk kasus Paniai, Mapenduma, dan peristiwa Biak Numfor, penanganannya masih berada dalam tahap penyelidikan oleh Komnas HAM.
Kasus pembunuhan Theys
Pada 10 November 2001, Theys Hiyo Eluay dan sopirnya, Aristoteles Masoka, dikabarkan hilang dan diculik oleh orang tak dikenal. Theys merupakan Ketua Presidium Dewan Papua. 
Sehari kemudian, Theys ditemukan tewas di dalam mobilnya di Skouw, tak jauh dari perbatasan RI-Papua Niugini. Adapun Aristoteles Masoka sampai sekarang belum ditemukan.
Description: Ketua Presidium Dewan Papua, Theys Hiyo Eluay
Ketua Presidium Dewan Papua, Theys Hiyo Eluay
Kematian Theys merupakan kasus yang diduga sarat dengan motif politik dan kepentingan. Berdasarkan catatan Kontras, ada beberapa hal yang berkaitan erat dengan peristiwa pembunuhan tersebut.
Pertama, dokumen Departemen Dalam Negeri (Juni 2000) tentang rencana operasi pengondisian wilayah dan pengembangan jaringan komunikasi dalam menyikapi arah politik Papua untuk merdeka.
Kedua, fakta di lapangan menunjukkan ada peningkatan kekerasan sampai kematian Theys, dan kekerasan menurun drastis setelah pembunuhan tersebut.
Terkait kasus ini, tujuh anggota TNI dihadapkan ke pengadilan militer. Tujuh terdakwa yang disidangkan di Mahkamah Militer Tinggi III Surabaya, Rabu 5 Maret 2003.
Ketujuh terdakwa itu adalah Letkol (Inf) Hartomo, Mayor (Inf) Donni Hutabarat, Kapten (Inf) Rionardo, Lettu (Inf) Agus Suprianto, Sertu Asrial, Sertu Laurensius LI, dan Praka Achmad Zulfahmi.
Oditur Militer menuntut mereka hukuman 2-3 tahun penjara. Dalam sidang, Oditur Militer menyatakan para terdakwa terbukti bersalah.
Namun, elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Solidaritas Nasional untuk Papua (SNUP) menilai proses pengadilan yang berlangsung merupakan upaya memutus rantai komando saja, bertentangan dengan prinsip imparsial, dan hanya digunakan untuk mengukuhkan impunitas aparat militer yang terlibat.
Pada 2014, Komnas HAM mulai membuka kembali masalah pembunuhan Theys dan hilangnya Aristoteles Masoka.
Komnas HAM mempelajari salinan berkas dari Pengadilan Mahkamah Militer terkait kasus 13 tahun sebelumnya itu. Dari salinan berkas terungkap, para pelaku pembunuh Theys mengakui bahwa mereka sedang melaksanakan tugas negara.
Hal lain yang didapatkan dari berkas tersebut, Theys disiksa terlebih dahulu sebelum dieksekusi. 

Pembunuhan Munir

Description: Sejumlah korban dan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) menggelar aksi solidaritas untuk aktivis pejuang HAM, Munir (almarhum), di Kantor Komisi Nasional (Komnas) HAM, Jakarta, Selasa (23/11). Mereka meminta Komnas HAM untuk segera membentuk tim penyelidik independen guna mengusut kematian Munir.
Sejumlah korban dan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) menggelar aksi solidaritas untuk aktivis pejuang HAM, Munir (almarhum), di Kantor Komisi Nasional (Komnas) HAM, Jakarta, Selasa (23/11). Mereka meminta Komnas HAM untuk segera membentuk tim penyelidik independen guna mengusut kematian Munir.
Proses peradilan telah dilakukan untuk mengadili pelaku pembunuhan Munir.
Dalam kasus ini, pengadilan telah menjatuhkan vonis 14 tahun penjara terhadap Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda yang saat itu sedang cuti tetapi ada di penerbangan yang sama dengan Munir, sebagai pelaku pembunuhan Munir.
Sejumlah fakta persidangan juga menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam kasus pembunuhan ini.
Namun, pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN Mayjen Purn Muchdi Purwoprandjono yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini divonis bebas dari segala dakwaan.
Belasan tahun berselang, istri almarhum Munir, Suciwati, dan para aktivis HAM lainnya tetap meminta pemerintah mengusut tuntas kasus tersebut dan mengungkap siapa yang menjadi dalang sebenarnya.

refernsi : https://nasional.kompas.com/jeo/konflik-dan-pelanggaran-ham-catatan-kelam-20-tahun-reformasi

No comments:

Powered by Blogger.